38. Specimen Nomor Jalan (1)

banggarsa 19.13
UANG KERTAS SPECIMEN NOMOR JALAN & BERLUBANG BINTANG.
ASLI atau PALSU?

Kabar menggembirakan di dunia numismatik Indonesia adalah dengan munculnya publikasi & transaksi on-line via internet yang bisa mengatasi keterbatasan waktu & jarak yang berjauhan seperti yang dihadapi oleh pembeli dan penjual dengan sistem tradisional face to face. Selain itu karena dikelola oleh admin yang profesional, tentu jaminan keamanan dapat diandalkan. Selain mengadakan transaksi on line, website tsb perlu dipuji karena juga melakukan pendidikan kepada masyarakat menganai hakekat numismatika.

Memang sebelumnya sudah banyak bermunculan transaksi numismatik secara on line antara lain tokobagus, kaskus, dll. Tapi alih-alih memberdayakan masyarakat, dalam hal penjualan benda numismatik website ini justru sering menjerumuskan numismatis pemula. Sedikit banyak kita bisa memakluminya sebab admin website ini tidak berkecimpung khusus di dunia numismatik sehingga divisi numismatik yang dimilikinya tumbuh liar tanpa pengarahan. Berbeda halnya dengan www.uang-kuno.com & www.kintamoney.com yang memang dikelola dengan baik dan benar oleh admin yang memang expert di bidangnya & sudah memiliki reputasi baik di dunia numismatik Indonesia.

Demikian banyak benda numismatik yang didisplay dalam website tsb, dua di antaranya yang banyak mengundang kontroversi adalah UANG KERTAS SPECIMEN NOMOR JALAN (SNJ) & LUBANG BINTANG. Bagaimana cara mengenali ciri benda “ASLI”? Tentu saja yang dimaksud dengan ‘asli’ adalah resmi dibuat oleh PERURI & Bank Indonesia selaku institusi resmi di negara ini yang memiliki otoritas mencetak & mengedarkan uang kertas tsb. Sedangkan yang dimaksudkan “PALSU” adalah jenis yang dibuat oleh masyarakat dengan maksud untuk menaikkan harga jual dan/atau mengelabui numismatis lainnya.

Adalah sesuatu yang cukup adil bagi semua pihak, jika admin dan/atau penjual memberikan keterangan: “KEASLIAN TIDAK DIJAMIN” jika ybs memang merasa kurang memiliki pengetahuan untuk membedakan asli atau palsu benda yang akan diperdagangkan. Namun akan terasa aneh jika admin atau penjual tidak berani mencatumkan keragu-raguannya dalam deskripsi benda yang didisplay, sedangkan harga terus membumbung tinggi. Lalu siapa yang harus bertanggung jawab jika di kemudian hari ditemukan bahwa benda tsb adalah palsu? Pada titik ini, jangan disalahkan jika ada numismatis lain yang melakukan intervensi guna menjamin ke-asli-an atau ke-palsu-an benda tsb. Untuk semua pihak, daripada bermuka masam terbelit dalam kecurigaan tak berdasar, seharusnya beruntung memperoleh jaminan secara cuma-cuma tanpa loyalty dari pihak ke tiga sedangkan jaminan keaslian itu seharusnya merupakan kewajiban admin atau penjual. Sedangkan bagi pihak yang memiliki kecenderungan waham curiga, jaminan ini disalah artikan memiliki muatan tersembunyi atau keberpihakan. Baiklah, daripada hanya menuliskan seribu satu kalimat yang abstrak & sulit dibayangkan dalam memperbandingkan asli atau tidaknya benda numismatik, sekarang mari kita tengok contoh kasus faktual sbb:


A.SPECIMEN NOMOR JALAN (berikutnya disebut “SNJ”)
Berbeda dengan specimen jenis “XXX 000000” atau “123456789” yang tak diragukan lagi keasliannya, maka SNJ memiliki nomor seri seperti layaknya uang biasa yang beredar, namun terdapat overprint “Specimen” yang biasanya (namun tidak selalu) diikuti kalimat “Tidak Berlaku”. Perhatikan nomor seri tiga jenis SNJ di bawah ini:


Asli atau palsukah ketiga jenis SNJ di atas? Apa buktinya jika dikatakan palsu atau asli? Apakah benar perdebatan tentang hal ini tidak pernah kunjung usai dari dulu hingga sekarang, sehingga tak seorangpun bisa dan berani menjamin keasliannya? Beberapa mitos sering dilantunkan oleh numismatis dengan menggunakan pengamatan sesaat yang dimiliknya sebagai tolok ukur sebuah kebenaran, antara lain:

1. “Angka SNJ selalu bernomor kecil”.
Misal XXX 000328, atau XYZ 000022 dst. Mengikuti jalan pikir ini maka selain bernomor kecil, uang tersebut adalah palsu. Mitos ini dapat dipatahkan dengan mudah karena sebenarnya banyak sekali SNJ yang berangka besar, antara lain:



2. “Angka awal SNJ selalu dimulai dengan huruf nol (0)”.
Lagi-lagi argumen ini terlalu mudah dipatahkan. Terbukti tidak semua uang kertas SNJ menggunakan awalan nol (0). Di bawah ini hanya sebagian kecil contoh yang mampu menggugurkan asumsi itu:



3. “Jenis yang sekarang diperjual belikan masih asli, tapi nanti setelah harga membubung tinggi akan banyak dipalsukan”
Jawab “YA” dan “TIDAK”. Mengapa demikian? Sebab pemalsuan itu pada dasarnya tidak perlu menunggu “nanti” karena fakta telah menunjukkan bahwa jenis SNJ saat ini telah diapresiasi oleh numismatis jauh melebihi nilai nominal yang dikandungnya. Sebagai contoh Rp 10.000 HB IX (Lihat Gambar 1) telah mencapai harga Rp 600.000. Ini berarti telah melewati 6.000% dari nominal atau setidaknya 3.000% daripada sebagai benda numismatika. Pada bursa sebelumnya jenis2 SNJ juga telah mencapai harga hingga beberapa ribu persen. Untuk itu penulis merasa bersyukur karena pada – tujuh tahun yang silam beratus lembar dari berbagai SNJ muncul begitu saja dipasaran dengan harga yang relatif tidak berbeda dengan barang yang sama tanpa oversprint Specimen. Dengan memiliki barang ini, maka penulis memiliki bahan yang cukup untuk melakukan analisa perbandingan.

Terdapat berbagai cara mengenali keaslian SNJ, salah satunya yaitu penelitian berbasis teknologi (scientific investigation). Konon dengan sinar tertentu kita dapat mendeteksi dengan mudah jenis tinta baru atau lama. Cara kedua adalah: tinta atau sebagian kertas dikelupas / dikorek untuk diteliti lebih lanjut. Penulis tidak mau atau tidak rela memilih cara ini dengan alasan: 1. Tidak mengetahui lokasi laboratorium yang bersedia melakukan uji test fisik, 2. Besar kemungkinan untuk penelitian tsb dikenakan biaya yang tidak murah, 3. Tidak rela benda numismatik kesayangan penulis mengalami proses “autopsy” yaitu dengan dikerat atau dikorek. Testimony keaslian dari SNJ sebenarnya juga bisa kita dapatkan seandainya saja PERURI atau BI sebagai “organisasi induk” yang paling kompeten bersedia memberikan konsultasi kepada para numismatis. Tapi renjana ini untuk sementara sebaiknya kita sisihkan mengingat halangan birokrasi dan kesibukan para petinggi kedua instansi. Jika demikian kita harus bergantung pada diri kita sendiri.

Mari kita kembali kita melihat Gambar 1, Gambar 2 dan Gambar 3. Seperti yang pernah penulis umumkan, penulis berani menjamin keasliannya. Dari mana penulis berani meyakini keaslian SNJ tsb di atas? Dengan logika sederhana kita bisa mengenali keaslian benda numismatik. Selanjutnya ketiga gambar tersebut kita bandingkan dengan ketiga gambar di bawah ini:


Jelas terlihat kedekatan nomor seri antara Gambar 1/2/3 dengan Gambar 9/10/11.
1. Rp 10.000 H.B. IX 1992 : Gambar 1 # XBC 000109 vs Gambar 9 # XAC 000047.
2. Rp 5.000 Teuku Umar 1985 : Gambar 2 # XAE 000955 vs Gambar 10 # XAE 000967.
3. Rp 10.000 R.A. Kartini 1985 : Gambar 3 # XAR 001035 vs Gambar 11 # XAT 001044.

Nomor seri Gambar 1 & 9 hanya berbeda di huruf tengah. Ini bisa diartikan berasal dari tahun yang berbeda (mempertimbangkan sistem penomor serian uang uncut yang diterbitkan BI saat ini), tetapi bisa juga diartikan keduanya berasal hanya dari lembar plano kertas yang berbeda tapi masih bertahun cetak yang sama. Sedangkan Gambar 2 & 3 serta 10 & 11 dipastikan berasal dari gepok yang sama. KESIMPULANNYA: SNJ Gambar 1, 2 & 3 = ASLI!

Dengan hanya membandingkan kedua group SNJ tsb di atas, mengapa penulis bisa menarik kesimpulan segampang itu? Jawabnya sederhana: karena gambar pembanding 8, 9 dan 10 berasal dari website Bank Indonesia mengenai berbagai jenis uang kertas yang ditarik oleh BI dari peredaran. Lihat link:
Jika kita masih meragukan keaslian gambar pada website BI, itu berarti kita meyakini tak ada lagi lembaga kredibel untuk melakukan testimoni. Nah kalau sudah tidak percaya dengan BI lalu mengapa kita tetap menekuni dunia numismatik dengan spesialisasi uang kertas Indonesia?

B.MISTERI LUBANG BINTANG.
Misteri kedua yang harus dapat kita pecahkan tanpa bantuan PERURI & BI, adalah LUBANG BINTANG pada uang kertas tahun 1952 dan 1956 seperti yang terlihat di bawah ini. Aslikah lubang ini? Dikatakan “asli” jika memang dibuat oleh BI atau PERURI dengan maksud untuk dimusnahkan, ditarik, atau maksud-maksud lainnya. Disebut “palsu” jika dibuat oleh masyarakat biasa dengan maksud mengelabui numismatis. Bagi penulis masalah ini relatif sulit untuk dijawab dibandingkan menjawab misteri SNJ di atas, namun jika kita cukup jeli, kita dapat membedakan karakterisktik punch hole dengan punch hole lainnya. Bukankah setiap proyektil peluru yang dimuntahkan dari sebuah senapan memiliki alur yang khas dan hal itu membuktikan adanya keunikan masing-masing senapan? Dalam dunia forensic uji balistik dapat memaksa sebuah peluru berbicara & memberikan kesaksian. Contoh faktual adalah pada Gambar 12 dan 13: ASLI atau PALSU?


Untuk menganalisa lubang pada Gambar 12 & 13 yang beresolusi rendah, penulis terpaksa menggunakan pembanding koleksi peribadi yakni Gambar 14.


Sebagian numismatis berpikir terlalu sederhana bahwa lubang itu bisa dibuat dengan mudah baik menggunakan pisau cutter, gunting maupun pembolong atau alat punch hole yang mudah dibeli disetiap toko buku. Tapi sebenarnya pembuatan lubang sejenis tidak segampang yang dipikirkan orang awam, dengan dasar sbb:
1. Terdapat pola kertas bergerigi pada setiap sisi lubang. Gerigi semacam ini tidak mungkin dibuat dengan pemotongan yang mempergunakan gunting atau pisau cutter, karena sisi yang tercipta akan berupa garis lurus. Gerigi ini hanya dapat terjadi jika pemotongan menggunakan mesin atau alat pelubang khusus, yang tidak bisa dihasilkan oleh alat punch hole biasa.
2. Pada setiap ujung sudut lubang bintang selalu memiliki bekas sayatan extra. Ini terjadi pula pada jenis Gambar 12, 13 dan 14, meskipun pola bintang & dimensinya jelas berbeda. Sayatan extra ini bisa terjadi karena tekanan mesin punch hole, bukan karena sayatan akibat pisau cutter / gunting / punch hole biasa.
3. Jika uang kertas tsb belum mengalami rekayasa fisik (misalnya: di setrika, dicuci, di pres/tekan), maka setiap sudut bintang akan cenderung melengkung ke atas atau ke bawah. Dengan demikian jika kita raba permukaan kertas akan terasa timbul pada bagian lubang. Mesin punch hole yang menyebabkan hal ini, bukan pisau cutter atau gunting. Pelubangan secara massal (misalnya satu gepok sekaligus) menyebabkan permukaan uang kertas melengkung kearah bantalan permukaan yang lebih lunak dibandingkan baja pelubang.
4. Pada kasus pelubangan satu gepok (Gambar 13) analisa keaslian akan lebih mudah dilakukan dibandingkan jika uang tsb adalah tunggal. Sayang disayang, scan resolusi Gambar 13 tidak cukup tinggi. Namun dengan resolusi yang seadanya itu, penulis dapat meyakini bahwa nomor seri GAMBAR PALING BAWAH tidak mungkin di antara nomor seri gambar atas & gambar tengah. Mengapa demikian? Sebab alat atau mesin punch hole tidak mungkin membuat satu lubang yang sama sempurna. Urutan masing-masing kertas membuat kesempurnaan lubang bintang menjadi berbeda-beda. Semakin dekat dengan mesin mata pisau, maka lubang semakin sempurna. Sebaliknya, semakin jauh dengan mata pisau maka kesempurnaan lubang akan semakin berkurang akibat tekanan pisau telah ditahan oleh kertas yang terdekat.

Berdasarkan analisa di atas-lah penulis meyakini keaslian benda pada Gambar 12 & 13. Nah setelah penulis uraikan dasar logika keaslian/kepalsuan uang kertas berlubang, sekarang waktunya dipersilahkan bagi rekan yang merasa dengan mudah memalsukan untuk membuatnya. Semakin banyak dan urut nomor, semakin baik untuk diuji coba. Penulis masih memiliki satu rahasia yang terpaksa belum bisa dipublikasikan untuk membuktikan bahwa pelubangan semacam ini tidak mudah dilakukan setiap orang, & untuk mendukung garansi keaslian benda tsb seperti yang pernah penulis utarakan.

Lubang atau perusakan serupa memang unik, namun sebenarnya juga terdapat di beberapa uang kertas Indonesia, Timor Timur & luar negeri lainnya. Berikut ini adalah contoh uang yang ‘dirusak’ yang memiliki makna antara lain: a). Tanda sudah dibayar, sudah dicairkan atau diuangkan, b). Contoh uang, tidak memiliki nilai, c). Tidak berlaku lagi, d). Ditarik / dimusnahkan, e) Dinyatakan palsu, f). Penurunan mata uang. Gambar tidak diurut, namun ditampilkan secara acak sbb:


Sedangkan pada kupon Bantuan Langsung Tunai (juga Coen 10 g & Recepis) Gambar 21-23, perusakan tidak menggunakan alat pembolong, melainkan dengan cara digunting atau disobek. Perhatikan kupon no 1 dan 2 telah hilang karena diuangkan oleh pemegang BLT. Untuk ilustrasi lebih mudah, buku tabungan BCA yang kita miliki akan selalu digunting jika print out di dalamnya sudah penuh & telah diganti oleh bank yang bersangkutan.



Sedikit bahan pertimbangan, pada saat sekarang ini ketika dunia dan Indonesia pada khususnya dilanda fundamentalisme keyakinan yang begitu kuat, lubang berpola bintang BINTANG DAUD yang dikeluarkan institusi berwenang di Indonesia adalah sebuah kemustahilan terjadi. Fanatisme berkeyakinan akan menolak segala macam atribut yang dikait-kaitkan dengan lambang dari musuh politik, ideologi & keyakinan. Anda bisa bayangkan bagaimana reaksi amuk masyarakat jika melihat gambar Pangeran Diponegoro yang mengenakan sorban, wajahnya ditimpa begitu saja dengan lubang berpola Bintang Daud atau Star of David.
Jika BI atau PERURI membuat lubang serupa, maka dapat diyakini bahwa hal itu terjadi ketika Indonesia masih relatif terbebas dari kefanatikan semu yang bersifat merusak.

Sementara belum ada jawaban panduan dari BI dan/atau PERURI, berdasarkan analisa ciri-ciri tersebut di atas penulis meyakini keaslian LUBANG BINTANG tsb. Testimoni keaslian ini bukan didasarkan subyektivitas seperti yang diduga oleh banyak orang, tetapi untuk mendudukkan fakta pada posisi yang sebenarnya. Jangan sampai benda palsu dikatakan asli, atau sebaliknya asli dikatakan palsu,padahal masih banyak numismatis yang masih awam membutuhkan informasi terhadap benda tersebut. Memang untuk membeli jenis-jenis uang tersebut di atas dibutuhkan kejelian & keberhati-hatian extra mengingat uang serupa seakan-akan mudah dipalsukan. “Kecurigaan” adalah alat yang baik untuk menghindarkan diri dari kerugian moril maupun materiil, sebagaimana “rasa takut” perlu dimiliki oleh semua orang untuk mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan buruk. Namun rasa curiga yang berlebihan tanpa dasar yang kuat sering disebut sebagai paranoid atau waham curiga atau skizoprenia. Dan jangan kaget, paranoid di dalam ilmu psikologi termasuk dalam kategori gangguan kejiwaan. Akhir kata, penulis menerima dengan senang hati kritik dan saran-saran dan selalu membuka kemungkinan adanya fakta baru yang bisa menggugurkan keyakinan lama.


Jakarta, 9 April 2011
UnO
Pengamat numismatika
Email: rupadhatu2002@yahoo.com
Referensi:
- Katalog Koleksi Uang Kertas Bank Indonesia, Museum Artha Suaka 2006.
- Koleksi pribadi penulis.
- Percetakan Uang RI Dari Masa Ke Masa. Cukilan Fakta & Peristiwa Periode 1958 – 1971, PERURI 1988.
- Poster pengumuman penarikan uang dari Bank Indonesia.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »